Transportasi Konvensional VS Transportasi berbasis Aplikasi



Transportasi Kovensional VS Transportasi berbasis Aplikasi



            Beberapa Minggu yang lalu, Demo besar-besaran terjadi di Ibukota. Demo yang dilakukan oleh supir taksi konvensional bertujuan agar pemerintah menutup dan menghentikan semua kegiatan taksi berbasis aplikasi. Pasalnya, semakin meningkatnya populasi dari taksi berbasis Online, Pendapatan dari taksi konvensional mengalami penurunan.
Jika kita membahas masalah ini lebih dalam lagi apa yang menyebabkan Demo ini bisa terjadi,? Itu disebabkan karna perbedaan cara pandang dari kedua pihak. Dari pihak pengemudi taksi konvensional, mereka merasa dirugikan. Pertama, taksi konvensional terdaftar secara resmi di dinas perhubungan, sehingga berhak mendapat plat kuning sebagai tanda angkutan umum, sedangkan taksi berbasis aplikasi menggunakan kendaraan biasa/ plat hitam, yang bukan untuk angkutan umum. Kedua, karna mereka resmi sebagai angkutan umum, maka mereka pun berkewajiban membayar pajak yang berbeda dengan pengguna plat hitam. Ketiga, taksi konvensional menggunakan metode menunggu penumpang, sedangkan taksi berbasis aplikasi menjemput penumpang. Keempat, yang paling krusal ialah perbedaan tariff. Tariff taksi konvensional jika dibandingkan dengan tariff taksi berbasis aplikasi sangat berbeda jauh. Dan terakhir ialah masalah adaptasi terhadap teknologi yang diambil peluangnya oleh pengguna taksi berbasis aplikasi dan belum digarap dengan baik oleh pihak pengelola taksi konvensional
            Di zaman modern ini, semua hal mulai berkembang mengikuti zaman. Menurut seorang ahli sosiologi, Peter Barger ada empat karakteristik modernisasi.
1.      Penurunan kondisi masyarakat kecil dan tradisional.
            Jika kasus ini dijadikan sebagai contoh, maka pihak yang disebut sebagai masyarakat tradisional adalah pengemudi taksi konvensional. Mereka menunggu penumpang, atau menunggu ditelfon oleh penumpang untuk dijemput di tempatnya. Padahal, masyarakat ibukota saat ini sudah sangat terkoneksi dengan baik pada akses internet dan mulai meninggalkan penggunaan telepon.
2.      Berkembangnya pilihan Individu.
            Pada kasus ini, pilihan individu menjadi berkembang. Dengan munculnya transportasi berbasis online seperti Go-Jek, GrabCar, Uber, maka pilihan masyarakat untuk pergi menjadi lebih banyak. Jika masyarakat dihadapkan pada pilihan yang banyak, maka masyarkat akan memililih transportasi yang efektifitas dan efesiensi. Tentunya yang menawarkan tariff  yang lebih murah dibandingkan yang lainnya.
3.      Meningkatnya keragaman social.
            Jika dilihat kondisinya, Keadaan social masyarakat saat ini telah berubah. Jika pada masa sebelumnya, dengan pilihan yang terbatas, masyarakat menggunakan kendaraan umum untuk berpergian. Maka beda dengan masa sekarang dimana semua mulai berkembang. Pilihan-pilihan yang ditawarkan semakin banyak, dan beragam. Sehingga Modernisasi akan membawa masyarkaat pada pilihan yang rasional, tidak lagi terpaku pada satu pilihan, dan lebih memperhatikan kemudahan dan harga.
4.      Orientasi pada masa depan dan perhatian pada waktu.
            Dalam isu ini, terlihat bahwa masyarkata semakin peka terhadap arus informasi. Hal inila yang ditangkap para inventor, yang kebanyakan anak muda dengan memanfaatkan potensi yang ada. Potensi yang dilihat sebenarnya sederhana, dengan semua orang, khususnya eksekutif muda ibukota menggunakan telepon pintar, mereka pasti terhubung dengan internet. Internet pun menjadi solusinya. Apalagi system operasi telepon pintar dapat memfasilitasi untuk pembuatan aplikasi-aplikasi baru. Dibuatlah aplikasi yang berhubungan dengan internet. Internet dipandang sebagai jawaban atas kebutuhan masa kini hingga beberapa waktu ke depan. Apalagi dengan semua solusi yang dapat diraih hannya dengan sentuhan di telfon pintar, masalah waktu dapat teratasi.


            Selain karna kita hidup di zaman modern, pemicu terjadinya kasus seperti ini karna disebabkan oleh perubahan social. Menurut seorang sosiologi Mascionis, terdapat empat karakter utama perubahan social.
1.      Perubahan social terjadi sepanjang waktu.
            Pada zaman dahulu, transportasi umum yang paling laku adalah delman dan becak. Kemudian alat transportasi mengalami perkembangan sehingga muncullah bajaj dan bus kota. Lalu masyarakat mencari sesuatu yang lebih nyaman, maka muncullah taksi. Kini, masyarakat ibukota lebih mementingkan suatu hal yang efektif dan murah. Maka muncullah alat transportasi online seperti GrabCar, Uber dan sebagainya, hal seperti ini memang tidak dapat dihindarkan, karna akan terjadi sepanjang waktu berdasarkan kondisi masrayakat yang terus berkembang.
2.      Perubahan social terkadang dapat diketahui, namun seringkali tidak direncanakan.
            Sebenarnya munculnya angkutan umum berbasis aplikasi sudah dapat diprediksi dengan semakin meningkatnya pengguna telfon pintar. Namun demikian, ketika hal ini telah terjadi seperti saat ini, perubahan menjadi tidak terencana. Pengemudi yang kurang tanggap pun pada akhirnya hanya bisa melupakan kekesalannya dengan marah dan berdemonstrasi,
3.      Perubahan social selalu kontroversial.
            Kasus ini menimbulkan konroversi di masyarakat. Banyak kalangan yang mendukung taksi konvensional, namun tidak sedikit pula yang kontra. Pada masa lalu, sebenarnya bukan belum pernah terjadi yang semacam ini. Contohnya delman yang merupakan kendaraan umum yang cukup popular ditahun 60-an sampai 80-an. Kemudian, karna dianggap mengganggu kenyamanan umum yang disebabkan bau kotoran kuda yang tidak sedap, akhirnya diterbitkanlah alat transportasi lain seperti bajaj dan sebagainya. Kejadian ini mirip dengan kasus yang terjadi saat ini.
4.      Suatu perubahan social lebih menonjol dibandingkan yang lainnya.
            Pada kasus ini, perubahan social dalam bidang transportasi terlihat menonjol. Padahal, hal ini disebabkan oleh revolusi informasi dan komunikassi. Perubahan besar dalam teknologi informasi dan kmunikasi membuat banyak dampak , salah satunya seperti kasus ini.

            Dengan adanya kejadian seperti ini, tidaklah baik jika kita mencari pihak yang salah. Kalaupun ada pihak yang harus disalahkan, maka semua pantas untuk disalahkan. Mengapa? Jika kita lihat dari pihak taksi konvensional, mereka telah salah karna tidak tanggap dengan perubahan zaman, belum lagi kesalahan dalam demonstrasi yang berujung anarki. Namun, Jika dilihat dari pihak penyedia transportasi berbasis aplikasinya, mereka juga salah karna  mereka tidak bersaing dengan sehat dengan pesaing yang sudah lama ada. Karna adanya kasus ini, maka Pemerintah pun juga menjadi salah karna tidak tanggap dalam melihat fenomena yanga da di masyarakat, dengan belum menyediakan peraturan yang dapat menertibkan konflik yang ada.
            Maka, solusi untuk masalah ini adalah jawaban dari setiap kesalahan yang telah dibuat oleh semua pihak yang bersangkutan. Pihak taksi konvensional sudah harus tanggap terhadap perkembangan teknologi, buatlah layanan yang sama dengan membuat aplikasi yang menarik para pelanggan. Pihak penyedia transportasi berbasis aplikasi, sebaiknyaa menggunakan plat kuning sehingga harga yang diberikan kepada masyarakat tidak terlampau jauh dengan pesaing lainnya sehingga persaingan menjadi sehat dan tidak berat sebelah. Tentu saja Pemerintah sudah selayaknya membuat peraturan, dan memastikan bahwa persaingan yang ada terjadi secara sehat dan tidak ada adu modal yang merupakan ciri kapitalisme dan bertentangan dengan ekonomi kerakyatan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Penarikan SDM (pengertian,tujuan,alasan,kendala,teknik)

Tugas Setiap Bagian dari Struktur Organisasi Telkom Regional 3 Jawa Barat

Perkembangan Industri di Indonesia