Tax Amnesty





Liputan6.com, Jakarta -Kebijakan pengampunan pajak (tax amnesty) seperti barang baru bagi Indonesia. Padahal negara ini sudah dua kali menerapkan kebijakan tersebut di era pemerintahan Soekarno dan Soeharto.

Pembahasan tentang Rancangan Undang-undang Pengampunan Pajak (RUU Tax Amnesty) masih terus bergulir di DPR. Ada kekhawatiran jika RUU ini akan menjadi jalan untuk untuk mengampuni para koruptor. Perihal ini, Managing Partner Danny Darussalam Tax Center Darussalam mengatakan, kebijakan pengampunan pajak tidak serta merta membebaskan para pelaku korupsi dari tuntutan hukum. Diingatkan jika Tax Amnesty tidak berkaitan dengan penghapusan pidana di luar pidana perpajakan.

Tujuan dari RUU dinilai bukan untuk mengampuni kejahatan pidana atau koruptor. Namun, sesungguhnya tujuan tax amnesty memberikan kepastian hukum dan keadilan bagi seluruh wajib pajak.

"Tax amnesty hanya bicara penghapusan pajak terutang, penghapusan sanksi administrasi pajak dan penghapusan sanksi pidana perpajakan dengan membayar uang tebusan. Tax amnesty tidak ada kaitannya dengan penghapusan pidana di luar pidana perpajakan," jelas Darussalam di Jakarta, Kamis (28/4/2016).

Dalam RUU Pengampunan Pajak pasal 2 tertulis, setiap wajib pajak berhak mendapatkan pengampunan pajak. Pengecualian berlaku bagi WP yang sedang dilakukan penyidikan dan berkas penyidikannya telah dinyatakan lengka oleh Kejaksaan. Sedang dalam proses peradilan atau sedang menjalani hukuman pidana, atas tindak pidana di bidang perpajakan.

Darussalam mengingatkan, tax amnesty punya beberapa tujuan. Pertama, penerimaan jangka pendek, yang akan menambah penerimaan pajak dari uang tebusan yang dapat membantu APBNP 2016 untuk membiayai pembangunan. "Kedua, tujuan jangka panjang melalui penguatan basis data, di mana akan dapat memperluas subjek pajak dan menambah objek pajak yang nanti dipergunakan untuk mengawasi perilaku wajib pajak pasca tax amnesty agar tetap patuh. Ketiga, masa transisi sebelum pemberlakuan pertukaran informasi perbankan secara otomatis di lingkungan internasional," dia menjelaskan.

Oleh sebab itu, dia meminta, masyarakat jangan hanya memikirkan tujuan jangka pendek saja. Adapun tujuan besar tax amnesty adalah untuk perbaikan sistem perpajakan, yaitu sistem yang lebih adil, transparan, dan menjamin penerimaan yang berkesinambungan melalui pengumpulan data subjek pajak dan objek pajak yang didapat dari tax amnesty.

"Tax amnesty tujuan besarnya adalah untuk kemandirian penerimaan negara, sehingga tidak perlu berutang lagi," ucap Darussalam.

Dia menilai tax amnesty cocok untuk diterapkan di Indonesia. Pasalnya saat ini banyak sekali wajib pajak yang mengemplang alias tidak patuh membayar pajak (tingkat kepatuhannya rendah).

Selain itu, sebagai sebuah kebijakan, tax amnesty sudah banyak diterapkan di negara berkembang dan maju.

Guru besar Universitas Indonesia Gunadi mengatakan, dalam pengampunan pajak bukan hanya ditujukan untuk orang-orang kaya, pengusaha besar ataupun wajib pajak besar. Sebab, pengampunan pajak bisa dimanfaatkan oleh semua lapisan masyarakat.

"Cakupan pengampunan pajak luas. Bukan satu sektor atau kalangan tertentu, tapi juga seluruh masyarakat," kata Gunadi.

Pengampunan pajak diberlakukan untuk memberi kesempatan kepada wajib pajak yang selama ini tidak melaporkan harta kekayaan atau asetnya ke dalam surat pemberitahuan (SPT) pajak. Nantinya, wajib pajak hanya cukup membayar dengan tarif tebusan yang besarannya lebih kecil dari sanksi yang seharusnya diterima.

"Pengusaha kecil, sektor UKM yang selama ini banyak yang belum tercatat di Ditjen Pajak dan menjadi underground economy, bisa ikut pengampunan pajak," kata dia.
Karena itulah, Gunadi yakin pengampunan pajak akan sangat membantu perluasan basis wajib pajak. Basis pajak menjadi kunci penting untuk penerimaan pajak dalam jangka panjang. (Nrm/Zul)

Liputan6.com, Jakarta -Kalangan pengamat menilai pengampunan pajak (tax amnesty) menjadi instrumen efektif untuk menarik kembali uang orang Indonesia dari luar negeri (repatriasi) dan memperkuat basis pajak baru. Sebab itu, Tax amnesty dinilai harus menjadi pendahuluan sebelum dilakukan penegakan hukum.

Ini diungkapkan Pengamat Pajak Ronni Bako dan Darussalam dari Universitas Indonesia. Menurut Ronni, tax amnesty cukup efektif sampai saat ini untuk mengembalikan dana yang berada di luar negeri.

“Karena tidak ada upaya lain selain tax amnesty. Contoh keberhasilannya ada di Afrika Selatan, mereka berhasil dengan memakai konsep tax amnesty, “ jelas dia, Senin (9/5/2016).
Perihal besarnya potensi dana WNI di luar negeri yang bisa ditarik melalui tax amnesty, Ronny Bako mengatakan, dana perkiraan dari Menteri Keuangan (Menkeu) yang menyatakan nilainya mencapai Rp 11.400 triliun memang benar.

Meski dikatakan tidak semuanya berbentuk tunai, tapi ada dalam bentuk lain seperti fixed aset atau saham. "Tapi benar dana itu sekitar Rp 11. 400 triliun. Tapi tidak dalam bentuk cash. Kalau dalam bentuk cash paling hanya Rp 5.000 triliun,” kata dia.

Dia menilai, dana yang parkir di luar negeri bisa kembali lagi ke Indonesia asal negara ini memiliki sistem yang kuat.

Ronni Bako juga menegaskan orang-orang yang menyimpan uang di luar negeri tidak bisa juga disebut pengemplang pajak.

“ Tidak bisa disamakan antara Tax amnesty dengan pengemplang pajak. Itu dua hal yang berbeda. Yang anehnya banyak orang salah paham. Pengemplang pajak hanya sebuah definisi sehari-hari. Pengemplang pajak artinya orang yang belum melaporkan hartanya dan belum beres. Sedangkan tax amnesty adalah dana yang berada di luar atau yang di dalam negeri yang akan diambil dan secara otomatis mendapatkan pengampunan pajak. Beda sekali dengan pengemplang pajak,”  dia menjelaskan.

Karena dua hal itu berbeda, menurut dia, tidak perlu dipersepsikan sama antara keduanya. Bahwa tax amnesty adalah cara yang baik untuk mendapatkan uang dari luar negeri adalah salah satu hal. Hal berbeda lainnya adalah pengemplang pajak.

Pengamat Perpajakan Universitas Indonesia Darussalam mengatakan, efektivitas tax amnesty dalam menarik modal (repatriasi) sudah dilakukan di negara-negara lain, seperti Italia, Portugal, Argentina, Yunani, dan Belgia.  “Jadi sebagai suatu kebijakan tidak ada yang salah,” kata dia.

Dia menilai, tax amnesty lebih efektif dilakukan dengan cara voluntary (sukarela) ketimbang penegakan hukum. Alasannya, tax amnesty bisa sebagai suatu masa transisi sebelum dilakukannya penegakan hukum yang tegas. "Jadi tax amnesty dulu baru penegakan hukum yang tegas bisa dilakukan," tambah dia.

Darussalam memaparkan, pengampunan pajak harus diberikan terlebih dahulu ketimbang penegakan hukum karena jumlah wajib pajak yang tidak patuh sedemikian besarnya. Ketidakpatuhan tersebut disebabkan banyak hal misal karena ketidaktahuan mengenai kewajiban membayar pajak, kurangnya sosialisasi, sistem administrasi pajak yang masih belum sempurna, hukum pajak yang belum sepenuhnya mencerminkan kepastian dan keadilan.

"Nah kalau penegakan hukum yang dikedepankan, maka seberapa efektif yang dapat dilakukan, lantas seberapa cepat penegakan hukum yang akan dilakukan, lantas seberapa valid data yang dimiliki, kan belum ketahuan,”  jelas dia.

Dengan hanya 22 juta penduduk Indonesia yang memiliki NPWP dan 9 juta yang melaporkan SPT Tahunan, maka jika tidak ada tax amnesty, jutaan rakyat Indonesia terancam tarif pajak hingga 30 persen dan denda maksimal 48 persen.

Darussalam lebih menekankan pentingnya tax amnesty sebagai bagian dari reformasi pajak secara keseluruhan bersamaan dengan reformasi atau amandemen UU KUP, PPh, PPN, dan Bea Materai. Nantinya, tarif PPh akan diturunkan di kisaran 17-20% pasca dilakukannya tax amnesty.

Hal yang terpenting dalam UU Tax Amnesty dikatakan adalah adanya satu pasal tertentu yang mengatur tentang manajemen informasi data. Ia mencontohkan tax amnesty Filipina, yang di dalamnya ada suatu pasal yang memungkinkan untuk menggunakan hasil dari uang tebusan dari tax amnesty yang dipergunakan untuk mengelola manajemen data tersebut.(Nrm/Ahm)

Sumber:

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Penarikan SDM (pengertian,tujuan,alasan,kendala,teknik)

Tugas Setiap Bagian dari Struktur Organisasi Telkom Regional 3 Jawa Barat

Order Letter and Reply to Order Letter