Irma Suryati, Pengusaha Keset




Irma Suryati, pengusaha Keset


            Irma Suryati, seorang wanita penyandang cacat yang lahir di Semarang, 1 September 1975 membuktikan kepada semua orang bahwa penyandang cacatpun bisa menjadi seseorang yang sukses. Sebagain orang menilai bahwa Penyandang Cacat adalah orang-orang yang selalu terpinggirkan, peminta-minta, pelengkap kehidupan maupun hal-hal yang serba kurang mengenakkan yang didapatkan dan biasanya jika ada penyandang cacat yang sukses besar itu mungkin hanya dalam sebuah cerita di negeri dongeng. Tetapi Irma Suryati bisa membuktikannya, ini meruapakan sebuah inspirasi untuk khalayak menengah kebawah dan juga merupakan sebuah tamparan besar untuk orang-orang yang diberi kesempurnaan fisik tetapi tidak dapat dipergunakannya dengan baik.
Irma Suryati menderita layu kaki virus polio sejak bayi. Dahulu meski masih bisa berjalan normal sampai sekolah menengah atas (SMA) tetapi kaki Irma mudah lemas apalagi kalau disenggol, langsung jatuh. Sejak saat itu sang ayah menyuruh Irma menggunakan tongkat untuk berjalan hingga saat ini. setelah lulus dari SMAN 1 di Semarang Irma mencoba melakukan sesuatu yang berarti bagi dirinya dan orang lain. Irma mencoba membuat keset dari kain perca sisa industry garmen, kebetulan di dikat rumahnya terdapat banyak sisa kain industry garmen. Kain sisa itu dia jahit menajdi aneka bentuk keset benda sederhana untuk membersihkan telapak kaki.

            Awalnya, keset itu dibuat sendri untuk kebutuhan sendiri. Lambat laun, karyanya mulai dilirik tetangga. Pasar kecil pun mulai terbentuk. Keputusan menjadi perajin keset makin bulat ketika ia menikah dengan Agus Priyanto, penyandang cacat yang jago melukis. Mereka sepakat membuka usaha kecil pembuatan keset pada  tahun 1999. Pada waktu itu, Irma dan Agus dibantu 5 karyawan ketika usaha mereka mulai berkembang, Irma merasa tak leluasa lagi menjalankan usaha di rumah orang tuanya. Pada 2002, pasangan muda ini memutuskan pindah ke Kebumen, kampung halaman Agus. Mereka membeli rumah di Jalan Karang Bolong kilometer 7, Desa Karangsari, Kecamatan Buayan, Kebumen. Dari rumah itulah Irma mengendalikan usahanya. Waktu itu kami hanya punya Rp 50 ribu, itu pun dapat bantuan dari Dinas Sosial. Kami membuat keset seharga Rp 1.500. Saat itu harga kain masih Rp 250, jadi dapat bahan baku lumayan banyak. Kalau tidak salah, kami bisa memproduksi sekitar 500 buah keset bentuk oval, kotak, dan bundar. Ternyata banyak permintaan, sehingga barang langsung ludes.

            Irma tidak mau membuat usaha ecek-ecek. Dia membentuk usaha berbadan hukum yang diberi nama Usaha Dagang Mutiara Equipment. Irma juga membentuk Pusat Usaha Kecil Menengah Penyandang Cacat.  Irma juga mendatangi penduduk dari rumah ke rumah untuk mendorong ibu rumah tangga menjadi produktif dengan mengajari mereka membuat keset. Dia  juga pernah menanggung sinisme dan cibiran oleh orang-orang yang melihat usaha itu dengan sebelah mata, apalagi ketika mereka melihat kaki Irma yang cacat, tapi Irma tak patah semangat. Hasilnya pun mulai tampak, Ia berhasil mengajak beberapa ibu rumah tangga belajar membuat keset. Ketika sudah terampil, mereka mendapat pasokan bahan baku dan mesin jahit dari Irma. Saat masyarakat mulai menyadari tentang manfaat keterampilan yang diberikan Irma, dia membuat koperasi simpan pinjam pada 2003 untuk menampung kegiatan ekonomi 1.600 pembuat keset hasil binaannya.

            Anggota koperasi keset ini tersebar di 11 kecamatan di Kebumen. Irma juga menggunakan jaringan pembinaan kesejahteraan keluarga (PKK). Akhirnya, usaha keset ini merambah ke Banyumas dan Solo. Bahkan Irma menggandeng kelompok waria dan pekerja seks komersial di Purwokerto. Hasilnya, 20 waria dan pekerja seks komersial bisa membuka gerai di perumahan Limas Agung, Purwokerto. Tiap bulan, perajin mendapat kiriman kain sisa sebagai bahan baku. Irma mendatangkan 10 ton kain sisa dari Semarang setiap bulan. Omzet bulanannya bisa mencapai Rp 40-50 juta. Untuk strategi pemasaran, Irma mengandalkan 15 penjual. Selain itu, dia juga menitipkan barang produksinya di beberapa gerai yang tersebar di banyak kota. Salah satunya adalah di showroom milik Kementerian Pemuda dan Olahraga di Jakarta. Kebetulan, Irma sering bertemu dengan Pak Menteri, Adyaksa Dault.
 
            Selain memasarkan produk di dalam negeri, Irma juga memasarkannya ke luar negeri, yakni Austarlia, Jerman, Jepang, dan Turki. Namun selama ini dia masih memakai jasa orang lain tapi kedepan nanti dia ingin mengekspornya sendiri agar lebih untung. Saat ini, Irma memproduksi 42 macam keset. Ada yang berbentuk elips, binatang, atau bunga. Di pasaran, keset-keset itu dijual Rp 15 ribu untuk konsumen dalam negeri, dan Rp 35 ribu untuk konsumen luar negeri.

            Sukses membuat keset Irma dan kawan-kawan terus mengembangkan kerajinan lain, misalnya dalam pembuatan kotak tisu dari lidi, sajadah dari tikar pandan. Sebagai penyandang cacat, sosok Irma patut di contoh. Irma juga peduli dengan penyandang cacat yang lain yang terdiskriminasi, terutama yang ingin menjadi pegawai negeri sipil. Karena itulah Irma memutuskan membuka lapangan kerja sendiri di belakang rumah khusus untuk orang cacat dan kini Irma mendapatkan banyak penghargaan atas usaha dan karyanya.

Penghargaan Irma Suryati:
  • Wirausaha Muda Teladan 2007 dari Kementerian Pemuda dan Olahraga
  • Pemuda Andalan Nusantara 2009 dari Kementerian Pemuda dan Olahraga
  • Perempuan Berprestasi 2008 dari Bupati Kebumen.
  • Penghargaan dari Jaiki Jepang
  • Juara I Tokoh Sampoerna Pejuang 9 Bintang 2010
  • Anugerah Ummi Award 2010 – Dedikasi Ibu Indonesia.
  • Diusulkan Bupati Kebumen Menerima Kalpataru 2011

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Penarikan SDM (pengertian,tujuan,alasan,kendala,teknik)

Tugas Setiap Bagian dari Struktur Organisasi Telkom Regional 3 Jawa Barat

Perkembangan Industri di Indonesia