kasus perjuangan buruk kontrak
TUGAS
Kasus : Perjuangan Buruh Kontrak
(Kasus pekerja kontrak di PT Framas Indonesia)
Fenomena Kerja Kontrak di Indonesia
Memasuki abad ke-20, kapitalisme telah
memasuki tahap tertinggi dan terakhir bernama imperialisme (kerajaan kapital monopoli dalam skala dunia). Dan
ketika panah waktu bergerak ke abad ke-21, kita menjadi saksi hidup dari krisis
demi krisis yang menimpa imperialisme yang kian kronis. Seiring perkembangan
waktu, kapitalisme semakin tua dan tidak cocok dengan semangat pembaruan zaman
lagi. Akar dari krisis ini terletak di dalam sistem kapitalisme itu sendiri;
overproduksi barang-barang bertehnologi tinggi dan persenjataan militer, krisis
energi karena kerakusan mereka sendiri, krisis keuangan (financial) karena
praktek manipulasi mereka sendiri, anarkhi produksi serta perebutan pasar dunia
bagi barang komoditas di kalangan kekuatan imperialisme sendiri juga.
Krisis umum imperialisme pada abad ke-21
ini telah semakin memperjelas watak mereka yang sesungguhnya; perampok yang
rakus dan barbar, terorisme negara yang getol mengobarkan perang agresi, dan
kehancuran sosial di seluruh dunia. Sistem kapitalisme telah melewati masa-masa
keemasannya. Dunia kapitalis tidak akan mendapati lagi kemunculan negeri-negeri
persemakmuran (welfare-state) sebagaimana terjadi
pada era booming kemakmuran tahun 1980-an. Pemangkasan subsidi sosial,
kesehatan, pendidikan, dsb, menjadi kenyataan pahit bagi rakyat di tengah
kondisi penghidupan yang semakin dimiskinkan; baik di negeri-negeri maju
belahan Utara maupun negeri-negeri bergantung di belahan Selatan.
Disebabkan oleh kedudukannya sebagai negeri-negeri yang bergantung pada
imperialisme, krisis umum imperialisme memiliki dampak langsung terhadap negeri
setengah-jajahan seperti Indonesia. Secara obyektif, kedudukan negeri-negeri
jajahan/setengah-jajahan dan setengah feodal yang tersebar di berbagai belahan
dunia merupakan basis sosial bagi imperialisme. Negeri-negeri tersebut
diperintah oleh rezim-rezim komprador (kaki-tangan) yang melayani kepentingan
imperialisme dengan mengeluarkan berbagai peraturan/perundang-undangan untuk
mengeksploitasi kekayaan alam dan rakyat negerinya. Demikianlah kenyataannya,
rezim-rezim komprador Republik Indonesia yang datang silih berganti; masih
dengan setia diperbudak oleh Imperialisme dengan menerbitkan berbagai
perundang-undangan betapa pun paket peraturan tersebut bertentangan dengan
semangat UUD-1945 yang jelas-jelas memiliki watak anti-imperialisme
(kolonialisme). Namun penjebolan atas UUD 1945 yang lahir dari perjuangan
revolusi nasional anti kolonialisme tersebut telah benar-benar dilakukan oleh
rezim-rezim komprador sejak zaman Suharto hingga SBY-Budiono.
Dengan motif hakiki untuk melayani kepentingan imperialisme dan kelas
borjuasi komperador dalam negeri (domestik), pemerintah komprador Republik
Indonesia yang diwakili oleh klik SBY-budiono berusaha melakukan revisi paket
UU 13/2003. Undang-undang yang sudah menindas dan anti-buruh ini akan segera di
revisi oleh rezim komperador pengabdi setia Imperialis . UUK 13/2003 yang
selama ini telah menjadi alat legal bagi pengusaha dalam hal penggunaan buruh
kontrak dan outsourcing akan segera di revisi, akan tetapi draf revisi tersebut
justru memperkuat kedudukan dari penggunaan sistem kerja kontrak dan
outsourcing di Indonesia. Meskipun selama ini rencana tersebut mendapat
perlawanan hebat dari kelas buruh Indonesia di mana ratusan ribu buruh turun ke
jalan untuk menolaknya. Namun perlawanan buruh tersebut belum mampu
menggagalkan Rencana revisi UU 13/2003 dan hanya berhasil menunda
pengesahahannya, akan tetapi di dalam prakteknya hampir di semua perusahaan
telah menggunakan buruh kontrak dan outsourcing tanpa ada batas-batas ketentuan
sama sekali sebagaimana di atur dalam undang-undang tersebut.
Bila kita membedah UU tersebut,
khususnya pada bab IX pasal 58 dan 59, perihal sistem kerja kontrak dinyatakan
secara tegas, bahwa buruh Kontrak — dalam istilah UU 13/2003 disebut sebagai
PKWT (Perjanjian Kerja Waktu Tertentu) hanya dapat dilaksanakan dengan
ketentuan: pekerjaan yang sementara sifatnya, pekerjaan
yang diperkirakan penyelesaiannya dalam waktu paling lama 3 tahun, pekerjaan
musiman; atau pekerjaan yang berhubungan dengan produk dan kegiatan baru, atau
produk tambahan yang masih dalam percobaan atau penjajakan. Intinya
tidak boleh ada sistem kerja kontrak pada pekerjaan yang bersifat tetap. Namun
kenyataan faktual di lapangan berjalan penuh manipulasi. Majikan dan kaki
tangannya di pabrik yang penuh trik-trik culas, telah mempraktekkan berbagai
manipulasi sekian lama.
Dalam praktek buruh kontrak, apa yang dalam teks perundang-undang hanya
diperbolehkan untuk jenis pekerjaan produksi tertentu (lihat pasal 58-59),
namun dalam lapangan prakteknya pihak perusahaan sudah menginjak-injak
undang-undang yang berlaku tersebut. Sudah menjadi pengetahuan umum di
kalangan buruh, bahwa pekerjaan produksi utama kini sudah dikerjakan oleh buruh
kontrak. Bahkan di banyak pabrik mayoritas buruhnya adalah buruh kontrak.
Artinya, buruh kontrak telah menjadi fenomena massal yang mengerjakan
bagian-bagian produksi utama yang semestinya dikerjakan oleh buruh tetap. Bila
ada pemeriksaan dari Dinas Tenaga Kerja Pemerintah setempat, mereka
disembunyikan atau dipaksa diam agar tidak ketahuan sebagai buruh yang
berstatus kontrak. Dengan suap dan manipulasi, masalah buruh kontrak mereka
sembunyikan di bawah karpet.
Dalam berbagai keadaan, sistem buruh
kontrak juga menjadi alat pemecah belah di dalam kekuatan buruh. Meskipun
sama-sama menjadi buruh, antara buruh tetap dan buruh kontrak muncul perasaan
seolah-olah memiliki status yang ‘lebih’ dan yang ‘kurang’ di antara mereka.
Banyak buruh tetap yang ‘merasa aman’ kemudian bersikap pasif dalam perjuangan
karena tak mau kehilangan ‘status aman’-nya yang relatif tersebut. sedangkan di
pihak buruh kontrak merasa cemburu dengan beban pekerjaan yang sama, namun
tidak mendapatkan hak-hak sosial-ekonomi yang dijamin perusahaan. Politik pecah
belah sistem kapitalisme tidak hanya dalam hal pembagian kerja (devision of labour) semata, namun sudah berkembang
pembagian status seperti ‘buruh tetap’ dan ‘buruh kontrak’. Bila tidak kita
sikapi dengan propaganda yang tepat, soal-soal konkrit semacam ini akan menjadi
pemecah-belah yang akan semakin melemahkan kekuatan dan persatuan buruh. (Dina)
Pelanggaran Kontrak di PT Framas
Setelah ribuan pekerja diberhentikan tanpa pesangon PT Panarub, lagi lagi
sebuah perusahaan subkontraktor Adidas lain yaitu, PT Framas, Bekasi memPHK 300
pekerja tanpa mengikuti aturan hukum ketenagakerjaan yang berlaku. PT Framas
berdalih bahwa para pekerja telah melebihi durasi kontrak , PT Framas kemudian
tidak memperpanjang kontrak kerja dan melanggar semua hak para pekerja. PT
Framas melakukan 3 bulan kontrak kerja dan terus memperpanjang status mereka
sebagai pekerja tidak tetap (pekerja kontrak) per 3 bulan, selama lebih dari 3
tahun. Sejak Desember 2012, kontrak mereka tidak diperpanjang dan mereka semua
kehilangan pekerjaan tanpa pesangon.
Sekitar 300 pekerja menjadi korban dari kontrak kerja berkepanjangan yang
tidak sesuai ketentuan hukum tanpa jaminan kesejahteraan dan keamanan kerja.
Dan pada akhirnya, mereka dipecat secara tidak adil. Dari 300 pekerja, karena
PT Framas melakukan intimidasi dan tekanan, maka hanya 40 orang pekerja
memutuskan untuk memperjuangkan nasib mereka. Para pekerja ini, sebagian besar
adalah para pekerja yang tidak berserikat, sebagian lagi merupakan anggota
sebuah Serikat Pekerja di PT Framas namun menurut para anggotanya tidak mau
memperjuangkan nasib mereka. Proses bipartite dan aksi telah dilakukan oleh
para pekerja yang didampingin oleh TURC. Pihak pengusaha secara terang-terang
telah mengakui bahwa mereka memang melanggar ketentuan hukum mengenai kontrak
namun tidak ada upaya untuk memperbaiki. Setalah proses bipartite tidak
membuahkan hasil, para pekerja menempuh proses penyelesaian perkara hubungan
industrial , dengan meminta Dinas Tenaga Kerja Daerah Bekasi untuk menjadi
mediator antara pekerja dan perusahaan.
Proses ini juga disertai desakan kepada brand, yaitu Adidas pada tanggal
aksi di depan Kantor Adidas Indonesia, Jalan Jendral Sudirman, Jakarta Selatan
12920 pada 18 Maret, 2013 pukul 12.00 WIB. Dalam aksi tersebut para pekerja
menyampaikan tuntutan antara lain,
1. Adidas menekan PT Framas untuk menjamin hak-hak pekerja dan menaati hukum
ketenagakerjaan yang berlaku.
2.
Mempekerjakan kembali buruh kontrak yang dipecat sebagai pekerja tetap
3.
Keselamatan dan kesehatan di tempat kerja harus dijamin
4.
Menghilangkan praktek union busting yang dilakukan oleh PT Framas
Dari aksi tersebut , manager adidas Indonesia berjanji untuk menjembatani
permasalahan yang ada dengan PT Adidas. Sampai tulisan ini diturunkan, proses
mediasi masih berjalan dan menunggu adanya anjuran dari mediator. ( DA)
sumber: https://www.turc.or.id/kasus-perjuangan-buruh-kontrak-kasus-pekerja-kontrak-di-pt-framas-indonesia/
Komentar
Posting Komentar